Berbisnis Memerlukan Etika
Salah satu keinginan dan hasrat manusia adalah menjadi lebih baik secara ekonomis. Pada arah ini, tujuan bisnis adalah melipatgandakan keuntungan atau maksimalisasi profit. Sehingga ketika berwacana tentang etika bisnis, kita seolah-olah berhadapan dengan dua hal yang berbeda bahkan bertentangan.
Kedua hal tersebut adalah etika sebagai refleksi atas norma-norma moral manusia, khususnya pebisnis kontemporer, dan hakikat bisnis yang selalu terarah kepada maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan tertinggi sekaligus terakhir. Para pebisnis yang menetapkan keuntungan diatas segala-galanya yang tentu akan menganggap norma-norma moral sebagai kendala, setidaknya bersifat relatif terhadap upaya pencapaian tujuan bisnis.
Kelompok pebisnis seperti ini merupakan orang-orang yang membangun bisnisnya dengan perspektif jangka pendek. Mereka adalah sosok-sosok pebisnis yang piawai dalam hal lobi dan kolusi yang secara strategis melakukan tindakan-tindakan laksana tukang pukul atau tukang tembak sesaat. Mereka bukan pebisnis sungguhan, karena hanya sekadar mencari dan meraup keuntungan.
Etika bisnis mengandalkan bahwa ketika menghadapi benturan-benturan atau persoalan-persoalan moral dalam praksis bisnis, para pebisnis akan merefleksikan norma-norma moral baik secara kritis maupun secara sistematis sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah yang tepat demi pengembangan diri semua yang terkait dalam keseluruhan proses bisnis melalui pelaksanaan tugas dan kewajiban secara bertanggung jawab.
Dengan demikian, etika bisnis atau etika dalam berbisnis memampukan para pebisnis untuk memilih berbagai ajaran moral dan menerapkannya secara bertanggung jawab dalam wilayah kegiatan ekonomis atau bisnis. Etika bisnis juga memberikan orientasi kepada para pebisnis, khususnya para pebisnis kontemporer agar mampu bersikap secara tepat dan bertanggung jawab menghadapi transformasi ekonomi, sosial, budaya, dan transformasi intelektualyang tengah gencar melanda manusia zaman ini.
Penerapan norma-norma moral (kejujuran, kepercayaan, tanggung jawab, keberanian moral, fairness, realistik-kritis, rendah hati, hormat kepada diri sendiri dan orang lain, dan kepedulian) dalam berbisnis yang direfleksikan secara kritis dan sistematis sama sekali bukan malapetaka bagi sebuah bisnis. Etika tidak merugikan seseorang dalam mengoperasikan bisnisnya. Belum pernah terjadi kalau sebuah bisnis yang dibangun dan dioperasikan diatas norma-norma moral akan gagal atau gulung tikar.
Justru etika dalam berbisnis melanggengkan bisnis dan memampukan pebisnis untuk mengambil pelanggan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya demi maksimalisasi keuntungan. Etika dapat dipandang sebagai unsur efisiensi dalam keseluruhan proses bisnis. Dalam kaitannya dengan penerapan etika bisnis di Indonesia, bukan hanya pebisnis saja yang harus menerapkan etika bisnis, tetapi juga pemerintah dan konsumen atau pelanggan serta masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung terjaring dalam proses sebuah bisnis.
Perilaku etis pebisnis merujuk kepada wawasan keadilan sosial, wawasan nasional dan wawasan lingkungan hidup. Pada tatanan etis, pemerintah dituntut untuk menciptakan kondisi yang memadai bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional. Tuntutan-tuntutan etis itu mengkristal dalam posisi strategis pemerintah sebagai pemberi arah yang terwujud sebagai bimbingan, ayoman, serta sebagai pemberi petunjuk yang jelas dan pasti kepada para pebisnis sebagai pelaku sekaligus ujung tembok pertumbuhan perekonomian nasional.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar