Selasa, 02 Maret 2010

Penantian yang Lama

Kehidupan Monic terasa berjalan seperti biasa saja. Dia menjalani kuliah disalah satu universitas swasta ternama di Jakarta. Setiap hari dia disibukkan dengan tugas-tugas kuliah yang sangat banyak, jadwal kuliah yang padat serta tidak lupa dia menyempatkan diri untuk bergaul dengan teman-temannya. Namun, Monic merasakan bahwa kesibukan yang dijalaninya hanya sekedar rutinitas yang dapat membuat hidupnya membosankan. Ternyata dia mengharapkan dan menantikan sosok laki-laki yang dapat membuat hidupnya lebih menyenangkan. Namun akhirnya, ia menjalani kuliahnya sambil mengabaikan perasaannya itu. Hingga suatu hari, ada laki-laki yang mendekatinya untuk meminta bantuan agar Monic membantu membuat tugas kuliahnya. Karena sudah saling mengenal satu sama lain, maka Monic memutuskan untuk membantunya walaupun sebelumnya mereka tidak terlalu akrab. Laki-laki itu bernama Putra. Dia merupakan teman satu angkatan dengan Monic tetapi hanya berbeda jurusan.

“Eh, Monic…apa kabar?” ujar Putra sambil mendekati Monic.

“Oh, kamu Putra. Kabarku baik-baik saja!” jawab Monic dengan tegas.

“Oh ya, aku boleh meminta bantuanmu tidak?” tanya Putra.

“Bantuan apa? Jadi, kamu mau bertemu aku karena mau meminta bantuanku saja nih?” sahut Monic dengan wajah yang kesal.

“Ya, tidaklah…Sekalian aku sudah lama tidak melihat kamu, aku mau tahu kabarmu sekarang bagaimana!” jawab Putra sambil tertawa dengan terpaksa.

“Oh ya, aku mau meminta bantuanmu nih. Karena kamu jurusan ekonomi, aku mau meminta bantuan kamu untuk membuatkan aku contoh laporan keuangan suatu perusahaan dalam satu tahun saja!” rayu Putra dengan wajah iba terhadap Monic.

“Satu tahun saja? tidak salah kamu? Ya ampun, kamu ingin meminta bantuan denganku atau mau membuat aku sengsara nih?” kata Monic dengan rasa kaget.

“Iya...satu tahun! Memang terlalu berat ya untuk dikerjakan?” jawab Putra sambil masih berharap untuk dibantu Monic.

“Ya iyalah…aku kira kamu mau meminta bantuan hanya sedikit. Eh, ternyata banyak sekali!” sahut Monic.

“Oh, jadi aku meminta bantuan ini, terlalu berat ya untukmu? tetapi, aku tidak tahu harus meminta bantuan dengan siapa lagi? karena tugas aku yang sekarang ada hubungannya dengan jurusan kamu!” jawab Putra dengan raut wajah yang memelas tetapi masih berharap pada Monic.

“Memangnya kamu jurusan apa sih?” tanya Monic ketus.

“ Kamu lupa ya! aku kan anak sastra inggris.”

“Oiya ya, maaf aku lupa! Tetapi kenapa jurusanmu jadi ada hubungannya dengan jurusanku sih?” tanya Monic dengan wajah heran.

“Iya, karena jurusanku sedang ingin mencari istilah-istilah dalam laporan keuangan dalam bahasa inggris agar mahasiswanya tidak terlalu bodoh mengenai istilah-istilah akuntansi!” jawab Putra dengan jelas.

“Oh, begitu…Aneh sekali sih dosen kamu put?”

“Aku juga tidak tahu? bagaimana nih, kamu mau membantu aku tidak?” tanya Putra sambil meminta kepastian pada Monic.

“Ya sudah, aku bantu.” jawab Monic karena melihat Putra dengan rasa iba.

“Wah, Monic baik juga ya! Tenang saja Mon, nanti kalau tugasku sudah selesai, nanti aku traktir makan deh!” kata Putra dengan perasaan senang.

“Benar ya. Nanti aku akan menagih janji kamu itu!” jawab Monic dengan wajah meminta.

“Tenang saja, tetapi kamu bantu dahulu tugas aku itu ya. Oke!” kata Putra.

“Iya, cerewet sekali sih kamu. memang tugas kamu kapan akan dikumpulkan?” tanya Monic.

“Tugas ini dikumpulkan kira-kira satu bulan ini deh…” jawab Putra.

“Aduh! Cepat sekali sih…Ya sudah, kamu tenang saja. Pokoknya aku yang kerjakan. Nanti akan aku berikan dan kamu hanya terjemahkan saja ke bahasa inggrisnya. Oke!” jelas Monic.

“Iya deh. mengenai itu, sebelumnya terimakasih sekali ya Mon” kata Putra sambil tersenyum malu.

“Iya…Ya sudah, aku mau pulang kuliah dulu ya. Daaah!” kata Monic sambil meninggalkan Putra.

“Daaah…hati-hati ya Mon di jalan!” kata Putra sambil melihat Monic.

“Oke!” Monic membalas Putra.

Selama satu bulan, Monic sangat sibuk karena mengerjakan tugasnya Putra. Monic membuat tugasnya Putra dengan mencari sumber melalui perpustakaan, internet, dan tidak lupa dia juga meminta bantuan dengan sahabat-sahabatnya.

Akhirnya, karena banyak mendapat dukungan berupa bantuan dari sahabat-sahabatnya, tugasnya Putra dapat selesai hanya dalam waktu dua minggu. Akhirnya, Monic memberikan tugas yang sudah dikerjakannya itu ke Putra. Putra pun merasa senang sekali seperti orang mendapat piala. Putra pun menyelesaikan tugasnya selama dua minggu. Akhirnya dia menepati janjinya ke Monic untuk mentraktir makan.

“Nah, Mon. Akhirnya tugasku yang melelahkan itu selesai juga. Semua itu dapat selesai, tidak lepas dari bantuan kamu. Sekali lagi, terimakasih banyak ya Mon atas bantuannya.” kata Putra dengan perasaan senang dan lega.

“Iya. sama-sama Put!” jawab Monic sambil senang juga.

“Nah, sekarang aku akan menepati janjiku untuk traktir kamu makan.”

“Asyik, nah begitu dong…Ingat perjuangan aku sewaktu membantu kamu kemarin.”

“Iya dong…Bagaimana mungkin sih, aku lupa sama janjiku. Bukannya yang namanya janji itu harus ditepati?Oiya, tetapi aku mentraktir kamu makan jangan saat ini ya!” kata Putra dengan wajah gelisah.

“Memang kenapa sih Put? Bukannya enak sambil makan siang?” tanya Monic dengan heran.

“Sudah deh, tidak perlu banyak bicara. Nanti malam, aku jemput kamu ya. Karena aku ingin menunjukkan tempat makan yang enak ke kamu. Oke?“ kata Putra dengan tegas.

“Iya…iya…” jawab Monic dengan kesal.

Telepon genggam Monic berbunyi, ternyata Putra mengirim pesan yang mengatakan bahwa dia ingin agar Monic sudah siap untuk pergi ketika dia dijemput jam 7 malam nanti.

“Monic…Monic…” Putra berteriak didepan rumah Monic.

“Iya…iya…tunggu, sabar!” jawab Monic sambil menuruni anak tangga.

“Sudah siap untuk pergi belum?” tanya Putra.

“Sudah dong. Apa kamu tidak melihat, aku sudah rapih!” jawab Monic.

Akhirnya, Monic dan Putra berhenti di Café Picasso. Monic melihat dengan wajah yang keheranan akan tempat makan yang telah dipilih oleh Putra. Kemudian mereka mulai memesan makanan dan minuman kepada pelayan di cafe itu.

“Mon, kamu mau pesan apa?” Putra bertanya dengan rasa percaya diri yang tinggi.

"Aku mau Sirloin Steak dan Orange Juice deh!” jawab Monic.

“Sama, aku juga pesan seperti dia mbak!” sahut Putra dengan wajah yang gelisah kepada pelayan cafe.

Akhirnya, Monic dan Putra menyantap makanan itu. Mereka menikmati makanan di café itu dengan suasana hening sambil diiringi musik dari café yang terdengar lirih. Mereka menghabiskan makanan mereka kira-kira selama setengah jam.

“Bagaimana Mon, enak tidak makanan di cafe ini?” tanya Putra.

“Enak…ternyata makanan disini, tidak kalah dengan tempat-tempat makan ditempat lain ya.”

“Oh ya Mon, aku boleh meminta bantuan kamu lagi tidak?” Putra bertanya dengan raut wajah yang serius.

“Kamu mau meminta bantuan apa lagi? Jadi, tujuanmu mengajak aku ke tempat ini untuk tujuan itu ya? Huh, aku kesal dengan kamu, karena kamu pasti ada maksud dan tujuan tertentu padaku!” jawab Monic dengan wajah kesal.

“Bukan…bukan mengenai tugas lagi Monic! Aku hanya ingin meminta bantuan kamu untuk menjawab pertanyaanku!” kata Putra dengan wajah yang semakin gelisah.

“Menjawab pertanyaan apa?” tanya Monic dengan jantung yang berdebar pula.

“Sudah lama aku menyukai kamu. Sejak aku mengenalmu dari kita kelas 3 SMA. Tetapi, aku tidak sanggup untuk memendam rasaku ini hingga sekarang. Sehubungan aku pun tidak mempunyai cukup keberanian untuk menyatakan bahwa aku menyukai kamu. Namun, setelah aku mengetahui bahwa kamu sangat baik padaku karena apa yang telah kamu lakukan selama ini, terutama kamu sudah banyak membantu aku untuk membuat tugasku. Selain itu, aku suka dengan kepribadianmu yang unik dibandingkan dengan orang lain. Karena itu semua, aku mau bertanya padamu sekali lagi. Apakah kamu memiliki perasaan yang sama pula sepertiku?” Putra bertanya lagi pada Monic namun, kali ini dia menatap mata Monic dengan wajah yang serius.

“Kenapa kamu baru mengungkapkan perasaanmu sekarang Put? Kenapa tidak dari dulu? Karena, sebenarnya aku juga merasakan perasaan yang sama seperti kamu. Tetapi, karena aku mengira bahwa kamu tidak mempunyai perasaan yang sama denganku, jadi aku hanya memendam rasa suka ini dalam hatiku dari dulu.” ungkap Monic.

“Jadi bagaimana?” tanya Putra.

"Iya, aku juga masih menyukaimu sampai sekarang.” jawab Monic dengan memberi senyuman hangat pada Putra.

“Terimakasih ya Monic atas jawabanmu.” kata Putra dengan hati senang.

“Iya, aku juga berterimakasih padamu atas keberanian yang telah kamu tunjukkan untuk mengungkapkan isi hatimu selama ini.” Monic pun merasa senang.

Akhirnya, Monic dan Putra pun menjalin hubungan yang istimewa. Karena setelah sekian lama, Monic dan Putra masing-masing memendam dan sangat menantikan waktu yang cukup lama untuk bisa mengungkapkan perasaan mereka masing-masing hingga empat tahun. Monic dan Putra semakin dekat dan akrab satu sama lain. Dan, kehidupan mereka pun terasa lebih berwarna dengan adanya sosok belahan jiwa mereka masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar